|
sumber foto: google.com |
Dalam sebuah kitab hadis
karya Ibnu Hajar, bab adab hadis kedua tertuliskan;
وعن
ابي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أنظروا الى من
اسفل منكم ولا تنظروا الى من هو فوقكم فهو اجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم.
متفق عليه.
Dari hadis di atas kita
ketahui, Nabi Muhammad Saw memerintahkan untuk melihat orang yang lebih rendah
dari pada kita dan melarang untuk melihat orang yang lebih tinggi dari pada
kita. Hal ini lebih baik agar kita tidak mencela nikmat Allah (Tidak bersyukur).
Hadis ini mengajarkan sebuah kehidupan.
Bagaimana insan harus menghadapi kehidupan dalam dunia yang penuh cobaan,
karena memang dunia adalah wadah filterisasi keimanan terhadap Tuhan.
Segala hal yang melekat pada
kita adalah nikmat Tuhan. Nikmat itu adakalanya bertambah dan berkurang.
Fluktuasi nikmat yang diberikan Tuhan adalah bagian dari jaring-jaring jeratan
cobaan Tuhan. Cobaan itu tidak mesti ketika kenikmatan dalam hidup tidak ada
atau berada pada titik nol, tetapi cobaan itu juga berada ketika kenikmatan
sedang melimpah ruah dalam hidup.
Sadarilah kenikmatan pada
titik 0 adalah cobaan kesabaran, seberapa sabarkah kita menghadapi cobaan,
menunjukkan ketinggian kualitas keimanan. Lalu, kenikmatan yang melimpah adalah
cobaan juga. Seberapa jauh kita mampu bersyukur kepada Allah, tentunya
bersyukur dengan lisan dan amal perbuatan. Orang yang mampu bersyukur dengan
lisan dan amal perbuatan menunjukkan ia memiliki kualitas iman yang tinggi.
Karena itu kemudian, sikap
pandangan melihat orang yang lebih rendah daripada kita dalam hal kenikmatan
duniawi adalah hal yang dapat menjaga kita dari pikiran negatif terhadap
Tuhan. Kala kita memandang ke bawah,
kita melihat ada banyak orang yang tidak bernasib sama dengan kita, dibandingkan
mereka kita lebih baik. Sehingga dengan itu, kita akan selalu bersyukur kepada
Tuhan atas segala yang telah dilimpahkan kepada kita. Selain itu, kita juga akan turut serta berbagi sebagai
bentuk rasa syukur meskipun sedikit, menyesuaikan kemampuan yang kita miliki.
Lalu, kenapa kita dilarang
untuk mendongak ke atas, melihat orang yang diberikan nikmat yang lebih dari
pada kita? Kita ketahui hadis ini berkaitan dengan hal keduniaan, kita dilarang
untuk melihat orang yang lebih tinggi kenikmatannya yang diberikan Tuhan
terhadapnya. agar kita terhindar dari perasaan tidak bersyukur kepada Tuhan.
Ketika kita melihat orang yang lebih tinggi nikmatnya dari pada kita, Maka tidak
akan ada rasa puas, kita selalu ingin mengalami nasib yang sama. Lalu kala
nikmat itu tidak jua datang, pemikiran negatif terhadap Tuhan bermunculan dalam
benak kita.
Namun, berbeda ketika kita
melihat orang yang lebih tinggi ibadahnya, maka dalam ibadah, melihat orang yang lebih tinggi kuantitas
ibadahnya sangat dianjurkan untuk selalu mendongak. Agar kita tergerak
beribadah dengan kuantitas tinggi. sebaliknya, kita dilarang untuk melihat orang yang kuantitas
ibadahnya sedikit, agar tidak merasa cukup dengan ibadah yang telah kita
jalankan. Tetapi terus berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitasnya.
Namun, hemat penulis alangkah
baiknya kita memandang kedua bentuk orang yang memiliki kuantitas kenikmatan
berbeda tersebut. Tentunya dengan sudut pandang berbeda, kita perlu melihat
orang yang lebih rendah dari kita dari sisi keduniaaan agar kita selalu bisa
bersyukur dengan nikmat Tuhan, dan menghilangkan pikiran negatif terhadap
Tuhan. Sebaliknya, mendongak ke atas hanya sekedar penambah semangat untuk
selalu berusaha meningkatkan kualitas hidup tanpa pernah mencela nikmat Tuhan, jika
memang belum waktunya dilimpahkan.
Bukankah Nabi Muhammad Saw
Juga memerintahkan “berusahalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup
selamanya, dan berusahalah untuk akhiratmu seakan akan engkau mati esok hari”.
sekian, semoga kita bisa memetik pelajaran
dari tulisan ini. (3L/SPS)
Lebak
Bulus, 23 April 2015
ADS HERE !!!