Ini adalah buku filsafat pertama saya, jadi saya tidak memiliki referensi sebelumnya jika ingin mempelajari filsafat, saya mendapatkan buku Dunia Sophie ketika saya bermain ke lapak buku di Taman Ismail Marzuki. Saat berada dihadapan berbagai tumpukan buku, perhatian saya tertuju kepada cover buku ini, dalam benak saya awalnya buku ini adalah buku biasa yang menceritakan dunia remaja yang tidak jauh-jauh dari kisah percintaan. Namun ketika melihat terdapat tulisan novel filsafat, hati saya tergerak untuk membuka buku tersebut.
Akhirnya saya memutuskan untuk membawa pulang buku ini setelah membaca pengantar dari Bambang Sugiharto (Guru Besar Filsafat, mengajar di Unpar dan ITB, Sekjen International Society for Universal Dialogue) yang mengatakan bahwa betapa menawan dan mengasyikkan kombinasi lintasan sejarah gagasan-gagasan filosofis besar dengan pengalaman petualangan menulusuri misteri perisitiwa-peristiwa kehidupan. Keluguan pertanyaan-pertanyaan anak-anak yang tajam dipadukan dengan kecerdasan jawaban-jawaban dari para filosof besar sepanjang zaman, menyangkut hampir segala bidang kehidupan: dari urusan alam semesta, manusia, pengetahuan, seni, sains, hingga agama. Semuanya dijalin dalam alur cerita yang mengalir wajar, hingga gagasan-gagasan rumit dan mendalam terasa ringan dan masuk akal. Jadi harapan saya saat membaca buku ini adalah mempelajari apa itu filsafat dengan cara yang mudah dicerna dan tidak perlu mengerutkan dahi.
Pelajaran filsafat
Filsafat, sebagai mana namanya terdengar menyeramkan di dalam benak kebanyakan orang. Filsafat dianggap sebagai ilmu yang sukar untuk dipahami karena bahasanya yang rumit atau terlalu tinggi. Namun terdapat juga pendapat bahwa filsafat adalah kegiatan orang yang kurang kerjaan, tidak realistis, ataupun konyol. Dimana ketika orang-orang disibukkan untuk belajar didalam kelas atau bekerja untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, filsafat tampak sebagai realitas yang ngawur.
Apalagi jika ditarik kedalam antusiasme agama, filsafat bahkan dilihat sebagai ilmu yang memabawa kekacauan, dianggap sebagai suatu ajaran yang menyimpang karena bahaya tafsir bebas yang mengarah kepada kemurtadan. Dan dengan itu filsafat tidak disarankan untuk dipelajari. hal ini relevan apabila kita melihat kepada konteks pendidikan kita saat ini, sangat sedikit sekali institusi-institusi pendidikan yang mengajarkan filsafat karena mungkin menganggap ajaran filsafat seperti yang saya katakan diatas.
Apakah filsafat itu?
Rizal Mustansyir dalam bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu menjelaskan beberapa pemahaman mengenai filsafat. Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani philosophia. Philos berarti suka, cinta, atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Sophia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian, secara sederhana, filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan.
Ada beberapa definisi filsafat yang telah diklasifikasikan berdasarkan watak dan fungsinya sebagai berikut:
- Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
- Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).
- Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif)
- Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentrisme.
- Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Filsafat bisa dimengerti dan dilakukan melalui banyak cara, sehingga berlaku prinsip “Variis modis benefit”, dapat berhasil melalui banyak cara yang berbeda. Bertens menengarai ada beberapa gaya berfilsafat. Pertama, berfilsafat yang terkait erat dengan sastra. Artinya, sebuah karya filsafat dipandang melalui nilai-nilai sastra tinggi. Contoh: Sartre tidak hanya dikenal sebagai penulis karya filsafat, tetapi juga seorang penulis novel, drama, scenario film. Bahkan beberapa filsuf pernah meraih hadiah Nobel untuk bidang kesusasteraan.
Kedua, berfilsafat yang dikaitkan dengan social politik. Di sini, filsafat sering dikaitkan dengan praksis politik. Artinya sebuah karya filsafat dipandang memiliki dimensi-dimensi ideologis yang relevan dengan konsep negara. Filsuf yang menjadi primadona dalam gaya berfilsafat semacam ini adalah Karl Marx (1818-1883) yang terkenal dengan ungkapannya: “Para filsuf sampai sekarang hanya menafsirkan dunia. Kini tibalah saatnya untuk mengubah dunia”.
Ketiga, filsafat yang terkait erat dengan metodologi. Artinya para filsuf menaruh perhatian besar terhadap persoalan-persoalan metode ilmu sebagaimana yang dilakukan oleh Descartes dan Karl Popper. Descartes mengatakan bahwa untuk memperoleh kebenaran yang pasti kita harus mulai meragukan segala sesuatu. Sikap yang demikian itu dinamakan skeptis metodis. Namun pada akhirnya ada satu hal yang tidak dapat kita ragukan, yakni kita yang sedang dalam keadaan ragu-ragu, Cogito Ergo Sum.
Keempat, berfilsafat yang berkaitan dengan kegiatan analisis bahasa. Kelompok ini dinamakan mazhab analitika bahasa dengan tokoh-tokohnya antara lain: G.E Moore, Bertrand Russel, Ludwig Wittgenstein, Gilbert Ryle, dan John Langshaw Austin. Corak berfilsafat yang menekankan pada aktivitas analisis bahasa ini dinamakan logosentrisme. Tokoh sentral mazhab ini, Wittgenstein mengatakan bahwa filsafat secara keseluruhan adalah kritik bahasa. Tujuan utama filsafat ini adalah untuk mendapatkan klarifikasi logis tentang pemikiran. Filsafat bukanlah seperangkat doktrin, melainkan suatu kegiatan.
Kelima, berfilsafat yang dikaitkan dengan menghidupkan kembali pemikiran filsafat di masa lampau. Di sini, aktifitas filsafat mengacu pada penguasaan sejarah filsafat. Dalam hal ini, mempelajari filsafat yang dipandang baik adalah dengan mengkaji teks-teks filosofis dari para filsuf terdahulu.
Keenam, masih ada gaya filsafat lain yang cukup mendominasi pemikiran banyak orang, terutama di abad keduapuluh ini yakni berfilsafat dikaitkan dengan filsafat tingkah laku atau etika. Etika dipandang sebagai satu-satunya kegiatan filsafat yang paling nyata, sehingga dinamakan juga praksiologis, bidang ilmu praksis.